Minggu, 13 April 2008

KEHENDAK PEMUDA MENUNTASKAN KRISIS KEPEMIMPINAN BANGSA

Disampaikan pada dialog interaktif,Hotel Wisata Jakarta 10 Maret 2001

Yuddy Chrisnandi *)
Dosen Universitas Nasional & Universitas Trisakti
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia


Apa pendapat kita mengenai efektifitas kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, yang secara faktual kurs rupiah terhadap dolar AS telah melampaui 10 ribu rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan terpuruk pada kisaran 400 rupiah, saat ini? Alasan apalagi yang dapat menjelaskan bahwa dibawah kepemimpinannya masih memiliki kewibawaan pada saat kehadirannya ke Kalimantan Tengah untuk menenangkan justeru menambah jumlah kematian? Bagaimana menjelaskan kepada publik dunia bahwa rakyat Indonesia mendukung pemimpinnya, sementara dari hari kehari tuntutan mundur kepadanya kian nyaring dan meluas? Masih pada tempatnyakah berdebat soal legitimasi dan periode waktu, sementara kepercayaan semakin pudar dan bangsa semakin terpuruk? Lihatlah Aceh, Maluku, Irian Jaya dan Kalimantan Tengah, yang saat ini masih meneteskan darah dan air mata, ribuan jiwa manusia. Lihatlah rakyat jelata, para petani, para buruh, pedagang kecil, nelayan, supir angkutan, para guru dan bahkan para pegawai negeri rendahan, yang mulai menjerit memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal, karena pendapatan tidak bertambah sementara harga barang terus melonjak. Akankah kita harus sabar menunggu hingga 2004, tanpa kepastian segalanya akan lebih baik. Ataukah kita sudah melacurkan seluruh tubuh bangsa ini kepada penguasa yang lebih senang bepergian daripada menyelesaikan masalah bangsanya? Tanyakan pada diri kita, apakah pemimpin yang seperti ini layak dipertahankan? Jawabannya adalah Tidak. Lalu, apa langkah kita selanjutnya.. Akankah sekedar menggantinya, dan memberikan mandat kosong konstitusional tanpa komitmen kerah reformasi yang dicita-citakan? Tentu juga tidak. Maka, para pemuda berkeharusan untuk menggagas. Menggagas masadepan bangsanya mempercepat terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, yang sudah terlalu lama diimpikan.

Perspektif Ekonomi

Kondisi perekonomian nasional yang diharapkan lebih cerah dibawah iklim politik demokratis, dibawah pemerintahan Presiden Wahid, nyatanya tidak terjadi. Hal-hal yang lebih buruk dari keadaan sebelumnya justeru merupakan realita parameter ekonomi yang tidak terbantahkan. Untuk itulah, diperlukan gagasan dasar dan tolak ukur pembangunan ekonomi yang harus dilakukan pasca pemerintahan Presiden Wahid. Untuk itu perlu pemikiran yang konsepsional dan implementatif yang terukur, diantaranya sebagai berikut :

- Meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat, melalui pemberdayaan ekonomi pedesaan dan pemberian modal usaha kecil seluasnya.
- Hal diatas hanya mungkin bila dunia perbankan pada kondisi yang sehat, melalui pemulihan asset-asset produktif, profesionalisme dan kemampuan mengelola tabungan masyarakat secara efektif/produktif.
- Perencanaan pembangunan yang berbasis kebutuhan rakyat, pelibatan rakyat dalam pembangunan sarana dan prasarana pendorong peningkatan pendapatan.
- Konsep pembangunan yang berkesinambungan, berlanjut, mengarah pada satu titik maksimalisasi kekuatan ekonomi Nasional, melepaskan secara bertahap ketergantungan pembiayaan internasional.
- Mengembangkan sumberdaya manusia, inventarisasi dan eksploitasi produktif sumber-sumber daya alam dan pengembangan produktivitas sektor pertanian, kehutanan dan kelautan, sebagi penopang pendapatan nasional yang kuat.
- Menempatkan kesejahteraan yang berkeadilan dan merata sebagai landasan penyusunan operasionalisasi pembangunan ekonomi.
- Menggalakan kebanggaan akan produksi dalam negeri, meningkatkan kemauan dan kemampuan eksport produk unggulan, membina jiwa kewirausahaan masyarakat.
- Meningkatkan pajak secara progresif terhadap barang mewah dan import, menghimpun pajak pendapatan penghasilan tinggi sebagai subsidi pembangunan masyarakat kurang mampu.
- Industrialisasi pertanian dan perikanan, dengan mengembangkan prasarana usaha produksi pedesaan.
- Keberpihakan pembangunan ekonomi bagi si kecil yang banyak.

Beberapa hal diatas perlu dikembangkan dan diturunkan satu-persatu menjadi konsep yang terukur dan sistematis sebagai pedoman perbaikan ekonomi Nasional mencapai kesejahteraan yang diinginkan.

Perspektif Politik

Sekalipun saat ini situasi kehidupan demokrasi jauh lebih baik dari sebelumnya, namun belum dapat dikatakan bahwa demokrasi telahberjalan dengan baik. Kesenjangan antara partisipasi/hasrat berpolitk masyarakat dengan tanggungjawab politiknya, menyebabkan tindakan anarki massa yang merugikan masyarakat sendiri. Kekuasaan sebagai tujuan akhir pertarungan demokrasi politik, belum disikapi sebagai sebuah amanah untuk menjalankan roda politik yang elegan, namun masih dimaknai dengan kehendak berkuasa dan berbagi kekuasaan. Politik yang sehat tentunya harus dibangun diatas jiwa dan moralitas politik yang benar. Yang mampu merasakan denyut nadi rakyat yang menjadi tolak ukur ada tidaknya dukungan politik dalam kerangka berdemokrasi secara sehat. Untuk itu diperlukan perencanaan format politik sebagaiberikut
:

- Menetapkan dan memantapkan wacana sistem politik yang terbuka, yang memperkenankan partisipasi luas masyarakat terlibat dalam urusan politik dan pelibatannya dalam proses pengambilan keputusan nasional baik langsung atau tidak langsung.
- Fungsionalisasi secara maksimal lembaga eksekutif, legislatif ,yudikatif dan lembaga kenegaraan lainnya secara efektif untuk saling mengawasi dan bekerjasama dalam kerangka demokrasi dan penegakan konstitusi.
- Proses rekrutmen politik yang berasal dari bawah, atas kehendak rakyat dalam memilih wakil-wakilnya di lembaga-lembaga kenegaraan secara transparan dengan kaidah profesionalisme dan keberpihakan untuk bekerja bagi rakyat.
- Sistem pemilihan umum yang langsung, pemilihan anggota parlemen dan Presiden langsung, yang memungkinkan seluruh rakyat terlibat dalam proses demokrasi.
- Menempatkan peran militer dengan tepat sebagai alat pertahanan negara yang perlu dihargai tanpa harus mengintervensi kepentingannya untuk menjaga profesionalismenya.
- Format hubungan sipil militer dalam kerangka tugas pemerintahan, hubungan kelembagaan dan peran politik sebagai warga negara, ditempatkan secara proporsional, objektif dan egaliter, dibawah kepemimpinan Sipil.
- Memantapkan tujuan ber-Negara untuk membuat rakyat sejahtera dan menjamin rasa aman bagi seluruh yang bernaung dalam Negara.

Perspektif Budaya

Pendidikan merupakan pintu emas memasuki cara berpikir dan kehidupan yang demokratis. Demokrasi hanya memungkinkan dibangun oleh mereka yang berpendidikan dan memahami hakekat kebebasan berpendapat, harga diri, perbedaan dan kesamaan didepan hukum. Melalui pendidikan, masyarakat akan memiliki kebudayaan yang berperadaban dan masyarakat yang bermartabat. Budaya bangsa yang berurat berakar, merupakan modal dasar persatuan bangsa, mulai goyah sebagai akibat tidak berfungsinya pendidikan budi pekerti dan hilangnya ketauladanan. Untuk itu diperlukan gagasan pembangunan budaya yang meliputi aspek :

- Pembangunan/perluasan pendidikan masyarakat dengan wajib belajar hingga 9 tahun, untuk memacu pertumbuhan sumber daya manusia yang unggul. - Pembangunan pendidikan ditempatkan sebagai strategi pembangunan ekonomi dan politik dalam kerangka pemantapan budaya bangsa yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, mencapai kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan yang merata.
- Melestarikan budaya bangsa yang mencakup aspek pelestarian alam dan lingkungannya, sebagai catatan hidup perkembangan sejarah kebesaran bangsa bagi kepentingan generasi penerus.
- Kebudayaan berarti jatidiri sebagai bangsa yang luhur, yang ditanamkan melalui nilai-nilai pendidikan sebagai gawang akhlak dan perekat budaya menyikapi perubahan tata pergaulan dunia di alam global.
- Peradaban dunia yang semakin modern, menuntut kemampuan masyarakat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai bahasa pergaulan global yang ditujukan untuk kesejahteraan nasional.
- Rasa kebangsaan atau nasionalisme, karakter sebagai bangsa, harus tertanam dalam setiap jiwa warga negara yang bangga dan memiliki harga diri. Nasionalisme harus disertai rasa kebersamaan dan percaya diri sebagai bangsa yang ingin dihormati ditengah pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
- Perbedaan dan keragaman budaya, memerlukan proses asimilasi yang terus-menerus untuk menghindari pertikaian antar budaya bangsa, melalui kepemimpinan yang berwibawa yang memahami akar-akar persoalan budaya.


Perspektif Hukum

Reformasi yang dicanangkan untuk membasmi KKN dan berbagai penyimpangan keuangan Negara, hingga saat ini belum menggembirakan. Akibat tidak tegaknya hukum dan mentalitas pemimpin serta aparat penegak hukum sendiri, maka supremasi hukum yang menjadi cita-cita bernegara menjadi sia-sia.Pelaksanaan Hukum atau Konstitusi itulah yang membedakan modern tidaknya suatu negara. Maka diperlukan :

- Jaminan terciptanya rasa keadilan masyarakat terhadap pemberlakuan hukum yang tidak memihak, melalui Supremasi/penegakan Hukum dengan tegas. - Pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme baik masa lalu , saat ini dan mendatang sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisiensi keuangan negara dan mengembalikan hak-hak negara yang telah disalahgunakan. - Penegakan konstitusi dan penyebarluasan Undang-undang kepada masyarakat, untuk membentuk rakyat yang sadar hukum. - Profesionalisme aparat penegak hukum melalui proses seleksi yang mengedepankan mentalitas jiwa yang baik, pejabat negara yang bersih dan memberlakukan sangsi hukum seberatnya atas pelanggaran jabatan yang diembannya.

- Implementasi komite anti korupsi, untuk memeriksa dan menindak seluruh pejabat pemerintahan tanpa kecuali, melalui perangkat aturan yang jelas untuk membebaskan negara dari KKN. Dan akhirnya, pembangunan politik dan ekonomi sebaik apapun tanpa didukung oleh komitmen penegakan Hukum tidak akan ada artinya, hanya menciptakan bangsa yang korup dan pragmatis. Maka Pimpinan Lembaga penegak Hukum harus mencerminkan keteladanan dan kelurhuran budi dengan komitmen yang kuat melakukan reformasi hukum sekaligus penegakan Hukum yang tegas.


Perspektif Moral

Muara dari seluruh gagasan mengenai bangsa, pada akhirnya memerlukan kepemimpinan Nasional yang tidak saja cakap dan berwibawa, namun harus didukung oleh keluhuran jiwa dan moralitasnya sebagai orang yang beriman kepada Tuhan YME. Dengan demikian, membangun suatu bangsa haruslah berpijak pada nilai-nilai etika dan moralitas para pelakunya. .Keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi suriteladan rakyat atas perilaku pemimpinnya. Moralitas senantiasa menempatkan nilai kejujuran, kebersamaan dan komitmen yang tinggi bagi kepentingan yang luas. Moralitas artinya memiliki tanggungjawab dan rasa malu . Sangat sulit bila kita memiliki pemimpin yang tidak bertanggungjawan, juga tidak memiliki rasa malu. Bagaimana mungkin kita dapat membangun peradaban masyarakat, bila pemimpin tidak mampu menunjukan keteladanannya sebagai sosok yang menjunjung tinggi kejujuran, ketentraman dan kebersamaan.


Upaya Penuntasan Krisis

Yang paling penting kita gariskan adalah, bagaimana kita melangkah kedepan. Koridor konstitusi yang ada, merupakan jalan terbaik untuk menghargai proses demokrasi yang tengah berlangsung, tanpa harus menghentikan aspirasi yang sedang berkembang. Tuntutan kepada Presiden untuk mengundurkan diri yang
semakin luas, merupakan bukti bahwa kepercayaan kepadanya semakin menipis. Kepercayaan internasional semakin menurun seiring pudarnya legitimasi masyarakat melalui wakilnya diparlemen yang terpilih secara demokratis kepada Presiden. Wacana perbedaan yang ada, perlu dianggap sesuatu hal yang biasa dalam mendewasakan demokrasi, tanpa harus diikuti oleh tindak kekerasan dan anarki. Presiden boleh saja mengabaikan berbagai tuntutan dan merasa dirinya masih memiliki legitimasi konstitusional. Namun fakta
membuktikan bahwa dukungan nasional dan internasional semakin memudar. Sementara itu proses konstitusional tengah berjalan untuk meminta pertanggungjawaban Presiden atas krisis kepemimpinannya selama ini. Maka apapun yang akan terjadi, semuanya harus tetap berada dalam lajur konstitusional yang sejauh ini cukup demokratis. Demokrasi bukan monopoli satu pihak, semua orang dapat berargumentasi mengenai demokrasi, namun secara konstitusioanal kita telah bersepakat menjalankan sistem demokrasi parlemen, yang secara konstitusional berhak menilai kinerja Pemerintahan. Dan tentunya dalam iklim yang demokratis, aspirasi rakyat menjadi landasan proses konstitusi tersebut. Dalam wacana konstitusi dan demokrasi, rakyatlah yang berdaulat melalui para wakilnya yang legitimate. Legitimasi ditentukan oleh sejauhmana mereka memahami dan melaksanakan amanat rakyat. Maka amanat yang tidak dijalankan, hanya menunggu waktu ditariknya mandat kembali kepada rakyat.

Apapun yang akan terjadi, para Pemuda harus mempersiapkan diri dari berbagai kemungkinan, termasuk konsep menjalankan mebangun negara dan yang lebih penting kemampuan mewujudkan harapan rakyat atas perubahan yang terjadi. Bila Gus Dur saja bisa, kenapa kita tidak !

*)Penulis adalah Anggota Forum Democratic Leaders-Asia Pacific yang berpusat
di Seoul, Korea Selatan, sejak Agustus 2000.

http://www.dephan.go.id
EKSISTENSI MARXISME DALAM GERAKAN KAUM BURUH

Yuddy Chrisnandi *)
Dosen Universitas Nasional, Jakarta

Keputusan menunda pemberlakuan Kepmenaker No.78 dan 111/2001, tampaknya tidak mengurangi kekhawatiran akan terjadinya kerusuhan sosial. Setelah sejumlah aksi buruh di berbagai kota,melumpuhkan kegiatan masyarakat mulai reda, keputusan pemerintah menaikan harga BBM justeru meningkatkan kecemasan masyarakat. Pasalnya, baik aksi buruh maupun kenaikan BBM menciptakan rasa takut. Masih terlintas dipelupuk mata, saat aksi damai buruh di Bandung tiba-tiba berubah menjadi sangat anarkis yang berakibat puluhan kendaraan terbakar dan rusaknya gedung pemerintahan. Kendatipun kemudian di sejumlah wilayah memenuhi tuntutan para buruh, namun tampaknya masih tersimpan rasa saling ketidakpuasan. Sementara itu, akibat pemberlakuan harga baru BBM yang terkesan mendadak setelah tertunda, pemogokan supir angkutan melanda sejumlah wilayah di tanah air. Tidak satupun dapat menjamin bahwa skala aksi sosial yang masih kecil tidak berubah lebih luas lagi dalam waktu mendatang. Situasi demikian tidak menciptakan rasa tenteram ditengah masyarakat, walaupun subjek dari kerisauan tersebut adalah masyarakat sendiri.

Setelah sekian lama para pekerja tidak melancarkan aksi besar-besaran, seketika mereka muncul bersamaan dengan kondisi kehidupan nasional yang terpuruk. Perekonomian nasional yang tengah berada diambang batas kelayakan dan kemelut politik yang belum berakhir merupakan kondisi pendorong instabilitas sosial. Protes sosial , gerakan sosial hingga kerusuhan sosial sangat mungkin terjadi dalam situasi semacam ini. Ketidakcermatan pemerintah mengambil keputusan yang tepat adalah pemicu segala kekhawatiran menjadi nyata. Rakyat kecil, yang terdiri dari para pekerja pabrik, buruh kasar, supir angkutan, pedagang eceran, para petani hingga nelayan adalah mereka yang terkena dampak langsung dari setiap kebijakan ekonomi nasional. Masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan kenaikan tarif pelayanan publik seperti BBM atau Listrik sudah dipastikan akan menambah kesulitan mereka. Maka kehadiran gerakan buruh pada barisan terdepan protes sosial, dapat dipandang mewakili jeritan masyarakat tertindas lainnya. Secara sosiologis, komunitas buruh pekerja pabrik relatif lebih terorganisir untuk mengkonsolidasikan diri menjadi sebuah kekuatan. Kesamaan nasib dan keberadaannya, mempermudah terciptanya solidaritas diantara mereka. Tidak mengherankan bila merekalah yang menjadi pioneer sekaligus juru bicara rakyat yang menderita saat ini.

Namun persoalannya akan berbeda, pada saat gerakan memperjuangkan hak-hak mereka disusupi oleh perjuangan ideologis yang menjadikan buruh sebagai pusat gerakan perubahan sosial. Dengannya, gerakan buruh yang dilancarkan melalui aksi-aksi protes dan pemogokan, hanya merupakan upaya conditioning untuk membangkitkan suatu perlawanan sosial. Setiap kerawanan yang muncul ditengah masyarakat akan dijadikan sarana aksi sosial yang dapat mempercepat perjuangan sosial secara ideologis. Berbagai kebijakan pemerintah akhir-akhir ini turut andil dalam menyuburkan munculnya aksi sosial yang dimotori oleh gerakan buruh. Sekalipun terdapat nuansa yang bersifat politis pada rangkaian tindakan aksi para buruh, namun hal itu tidak lebih berbahaya dari adanya latar belakang ideologis didalamnya.


Bangkitnya Komunisme

Cukup beralasan yang berpendapat bahwa gerakan aksi buruh akhir-akhir ini lebih bermuatan politis dibandingkan kepentingan persoalan perburuhan. Argumentasinya, kemelut politik mutakhir yang mempertentangkan kekuasaan Presiden, memerlukan situasi tertentu sebagai pembenaran dilakukannya keadaan darurat. Rencana diberlakukannya Kepmenaker 150/2001, dianggap momentum yang cukup memadai untuk menciptakan kekisruhan. Begitupun kenaikan harga BBM yang hampir bersamaan, merupakan peluang yang kondusif membakar gejolak sosial. Kedua peritiwa itu, dapat dikelola secara politis dan dimanfaatkan bagi tujuan politik tertentu. Apalagi peristiwa tersebut diikuti oleh aksi-aksi anarkis yang keluar dari konteks isue yang ada. Pendapat ini juga didukung fakta serangkaian pemogokan supir-supir angkutan umum yang ditenggarai adanya peran provokator, yang memicu kekisruhan di sejumlah tempat.

Yang lain berpendapat bahwa gerakan aksi buruh merupakan kebangkitan kembali paham Marxisme, yang lazim disebut komunis. Suatu kekuatan yang masih menjadi momok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pasalnya, di era pemerintahan saat ini, banyak pihak menganggap organisasi yang bertendensi komunis dan tokohnya, mesra berhubungan dengan kekuasaan sekarang. Hal itu memperkuat dugaan adanya kerjasama politik yang saling memanfaatkan keuntungan diantara mereka. Bahkan, tindakan sekelompok masyarakat yang berupaya memerangi aktivitas yang diduga berpaham komunis, mendapat hambatan dari pemerintah sendiri. Kenyataan itu dapat memaklumkan perkembangan paham komunis yang mulai bangkit membangun kekuatannya dewasa ini. Bukan mustahil, gerakan aksi buruh merupakan bagian dari aktivitas tersebut.

Terlepas dari dugaan diatas, dipahami bahwa buruh merupakan kekuatan utama yang menjadi pusat perjuangan kaum Marxis. Adalah Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels , yang pada tahun 1848 menulis buku berjudul "Manifesto Komunis". Didalamnya membahas perlawanan kaum buruh menghadapi dominasi kaum borjuis. Perlawanan tersebut adalah mutlak untuk mendapatkan hak-hak buruh yang telah dirampas oleh para pemilik modal. Pada tahun 1867, didalam kehidupan yang sangat miskin di kota London, Marx melalui bantuan Engels menerbitkan jilid pertama dari tiga jilid Das Kapital. Buku itulah yang dikemudian hari dianggap sebagai kitab suci kaum buruh penganut aliran Marxis. Kematiannya, semakin membangkitkan ajaran Marxisme tentang perjuangan kaum buruh revolusioner dalam menghancurkan kaum borjuis-capitalist. Konsep revolusi sosial, kekuasaan kaum proletariat dan Negara tanpa kelas adalah sebagaian rangkaian pemikiran Marxisme yang menempatkan kaum buruh sebagai pelaku utama perubahan.

Marxisme mengajarkan pentingnya kesadaran kelas pekerja yang tertindas untuk bangkit menuntut hak mereka yang selama ini hidup miskin. Digambarkannya, para keluarga buruh yang hidup dalam rumah sepetak, yang makan hanya sepotong roti telah diperas tenaganya tanpa perhatian dari para majikan. Sementara para majikan / pemilik modal, hidup mewah, menikmati keuntungan dari hasil jerih payah tenaga buruh. Kondisi ini dianggap tidak adil dan membuat jurang pemisah yang dalam. Ketidakpedulian para pemilik modal terhadap kondisi kehidupan kaum buruh adalah pemicu konflik kelas yang berlanjut pada gerakan revolusioner. Pada akhirnya revolusi sosial yang dimotori kaum buruh akan melenyapkan rezim kekuasaan lama dan beralih ketangan mereka dalam wujud Negara tanpa kelas atau komunisme dengan sistem ekonomi sosialis.

Di zaman modern seperti sekarang, dimana negara-negara Komunis penganut paham Marxis telah runtuh, kebangkitan kembali ajaran ini memang banyak diragukan orang. Kegagalan sistem ekonomi sosialis dan sistem politik yang sentralistis, terbukti tidak membawa kemajuan bagi perkembangan kesejahteraan rakyat Hal itu menjadi penyebab ditinggalkannya ajaran Marxisme disejumlah negara, yang berpaling pada liberalisme dan sistem ekonomi pasar bebas atau kapitalis. Situasi ini berlangsung di sejumlah Negara yang secara historis telah melampaui proses transformasi sejarah yang panjang. Pada akhirnya menemukan kembali antitesa dari hasil revolusionernya, yaitu liberalisme ekonomi. Namun kondisi seperti ini tidak dapat disamakan pada negara-negara yang belum melampaui materialisme sejarah seperti tadi. Indonesia dan beberapa negara berkembang yang relatif belum lama menjadi negara industri, masih mungkin masyarakatnya terobsesi dan
memandang ideal gagasan Marxisme.


Membunuh Marxisme?

Berbagai isue buruh seperti upah yang rendah, kondisi kerja yang buruk, hubungan industrial yang tidak seimbang, pengingkaran hak-hak pekerja , merupakan sebagian kecil dari persoalan dihadapi para buruh kita. Wajar saja, bila stabilitas emosional mereka sangat tergantung dari sejauhmana kebutuhan hidupnya memadai. Ketika penghasilan mereka mulai terhimpit oleh kenaikan harga kebutuhan hidup dan minimnya penghasilan, maka mereka mudah untuk marah. Begitupun ketika haknya yang terbatas diabaikan atau diambil oleh para majikan melalui suatu keputusan sepihak, mereka akan berontak. Lebih dari itu, mereka akan melakukan perlawanan saat perjuangannya berhadapan dengan kekerasan.

Bagi kaum buruh, setiap kebijakan yang memberikan perhatian dan keberpihakan kepadanya tidak rela untuk dirubah. Sehingga, Kepmenaker nomor 78 dan 111 tahun 2001 yang merevisi Kepmenaker nomor 150 tahun 2000 dianggap sebagai pengambilan hak buruh. Kebijakan pemerintah seperti itu jelas-jelas membangkitkan perlawanan buruh karena menyangkut hak yang diambil paksa Dengan Kepmenaker nomor 150 tahun 2000, jaminan mendapatkan uang penghargaan, pesangon karena PHK dan ganti kerugian bekerja , harus diberikan kepada buruh sekalipun perusahaan dalam kerugian atau kebangkrutan. Bahkan buruh yang berhenti atas permintaan sendiripun mendapatkan pembayaran. Dengan peraturan seperti itu , sudah tentu melindungi kedudukan kaum buruh, yang tidak akan rela direvisi kembali.

Tampaknya pemerintah tidak cermat dalam mengambil keputusan pemberlakuan Kepmenaker nomor 150 tahun 2000, begitupun sudah terlambat merevisinya dengan Kepmenaker nomor 78 dan 111 tahun 2001. Kondisi perekonomian Indonesia pasca peralihan kekuasaan tahun 1998, hingga kini belum memungkinkan Industri memberikan iklim ideal bagi kehidupan pekerjanya. Kelesuan pasar dan kesulitan keuangan adalah salah satu alasan logis ketidakmampuan para pengusaha melaksanakan Kepmenaker nomor 150 tahun 2000.
Seyogyanya, pemberlakuan keputusan tersebut menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi nasional dan kekuatan pelaku industri. Sehingga tidak semata untuk mencari popularitas dengan menuai resiko yang berat. Keberatan para pengusaha itulah yang diakomodir oleh pemerintah dalam revisi peraturan barunya, yang pada sisi lain mengorbankan kepentingan kaum buruh. Pertikaian antara kaum buruh dengan pemerintah yang membela kepentingan pemilik modal inilah yang menjadi bibit subur tumbuhnya ajaran Marxisme.

Dalam hal ini, pemerintah diidentikan dengan kekuasaan kapitalis yang berseberangan dengan kaum buruh. Situasi itu diperburuk oleh kehidupan kaum buruh Indonesia yang sangat minimal. Upah minimum regional yang diterima tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya secara memadai. Kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok semakin menghimpit kehidupan mereka. Pada situasi yang serba sulit itulah keberadaan Kepmenaker yang lama sangat dibutuhkan. Dalam kemiskinan dan perasaan tertindas oleh adanya revisi keputusan, eksistensi pemikiran Marxisme dapat diterima. Ajaran Marxisme secara nyata menempatkan keberpihakannya kepada kaum buruh dalam situasi dan alasan apapun. Ketidakpuasan, kemarahan hingga tindakan kekerasan yang dilakukan kaum buruh dibenarkan oleh ajaran ini. Dalam upaya mencapai tujuannya, Marxisme tidak sekedar memperjuangkan hak-hak buruh, lebih dari itu ingin mewujudkan kekuasaan yang baru secara revolusioner. Dari rangkaian diatas, terdapat simbiosis mutualistis antara kepentingan politik jangka pendek dengan kepentingan ideologis yang lebih substansial. Keadaan seperti ini, tentunya merisaukan kita yang tidak sepaham dengannya. Namun realitanya, sangat sulit membunuh Marxisme dalam suasana kemiskinan dan keterpurukan ekonomi yang tengah kita hadapi sekarang. Hanya ada satu jalan yang tidak mudah : Mengembalikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat! Insya Allah, ia akan terbunuh dengan sendirinya tanpa bersusah payah menghadapinya.

*)Penulis juga adalah Dosen Univ.Trisakti, mhs.S-3 Ilmu Politik
Univ.Indonesia, Partisipan Forum Democratic Leaders Asia Pacific dll.
Jl.Tebet Barat X/21 Jakarta 12810, Ph.62-21-7984164

http://www.dephan.go.id

SELAMAT DATANG KEMBALI DEMOKRASI

Yuddy Chrisnandi *)
Dosen Universitas Nasional, Jakarta

Wacana demokrasi Indonesia mulai diperkenalkan sejak penyusunan naskah UUD 1945 oleh BPUPKI dan PPKI. Adalah The founding fathers yaitu Soekarno, Soepomo, Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin, yang menyempurnakan pemikiran tentang konsep Negara bagi Indonesia saat itu (28 Mei -22 Agustus 1945. Perdebatan pendapat mereka saat pencarian landasan kenegaraan Indonesia, memberikan contoh bagaimana demokrasi seharusnya dipraktekkan.

Pada masa awal kemerdekaan (1945-1949, kehidupan berdemokrasi lahir dan tumbuh seiring dengan jatuh bangunnya kabinet Parlementer yang dibawahi Perdana Menteri. Pada masa itu, setiap kepemimpinan PM yang dianggap menyimpang atau gagal, akan mendapat penentangan yang keras dari parlemen. Akibatnya kabinet dapat jatuh bangun dan PM silih berganti. Masyarakat turut bertanggungjawab dan terlibat dalam proses kebijakan publik. Suara rakyat
menjadi barometer keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan yang berlangsung. Rakyat melalui anggota parlemen (Komite Nasional Indonesia Pusat) mengawasi secara aktif jalannya pemerintahan. Periode itu menjadi modal bangsa memaknai demokrasi untuk masa kemudian.

Begitupun kurun waktu 1950-1959, UUDS 1950 memberikan ruang yang lebih besar bagi tumbuhnya partisipasi rakyat dalam kehidupan bernegara. Sistem kabinet parlementer memberikan pelajaran yang berharga dalam memahami kehendak rakyat. Sayangnya pertumbuhan demokrasi seperti itu harus terhenti saat dikeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan beberapa alasan subjektif, kekuasaan sepenuhnya kembali ketangan Presiden Soekarno. Sejak itu, masa suram demokrasi berlangsung sangat panjang melampaui kurun waktu
39 tahun kemudian.

Diawal masa suram demokrasi, perjuangan menegakan demokrasi tetap berlangsung. Buku Bung Hatta dengan judul " Demokrasi Kita " (1960), merupakan salah satu bukti bahwa hasrat demokrasi tidak berhenti. Kegagalan Bung Karno mengatasi konflik politik dan terpuruknya perekonomian rakyat, tanpa sengaja melahirkan rezim baru yang anti demokrasi. Dibawah kekuasaan rezim Soeharto yang otoriter, demokrasi di seantero negeri seakan mati suri.
Rezim yang berlatar belakang militeristik ini, berhasil melakukan rekayasa terhadap sistem politik nasional dengan kooptasi kekuasaan yang luas ditengah masyarakat. Rakyat termobilisir memasuki sebuah sistem politik baru yang jauh dari suasana demokratis. Perbedaan pendapat, kritik dan partisipasi rakyat, tidak lagi terdengar. Sebaliknya, kepatuhan, ketakutan dan keseragaman menjadi ciri perilaku sistem politik kekuasaan yang baru.

Rezim militer yang tampil ke puncak kekuasaan politik pasca G-30S-PKI, tidak menyisakan sedikitpun ruang untuk mengembangkan kehidupan yang demokratis. Namun demikian, lembaga-lembaga demokrasi tetap dipertahankan untuk menjaga citra kekuasaan. Pada kenyataannya, lembaga-lembaga tersebut hanya berfungsi sebagai stempel kebijakan penguasa. Masa gelap ini akhirnya menemukan secercah cahaya yang semakin bersinar dipenghujung tahun 1997. Semangat perlawanan rakyat serentak bangkit melawan rezim yang telah berkuasa sejak akhir tahun 1960-an. Jatuhnya kekuasaan rezim Soeharto tanggal 21 Mei 1998, berhasil membangkitkan kembali demokrasi yang selama
ini terbaring.

Harus diakui, pasca kejatuhan Soeharto, Habibie memiliki jasa yang besar memberi ruang yang luas untuk pertumbuhan demokrasi. Melalui pintu demokrasi yang terbuka lebar jugalah, kekuasaan Habibie tidak dapat dipertahankan pada SU-MPR 1999. Demokrasi telah membuka babak baru kehidupan politik Nasional lebih sehat dan bergairah. Terpilihnya Gus Dur dan Megawati sebagai pemimpin bangsa saat itu, memberikan kepastian bahwa roda demokratisasi akan terus bergerak. Terlepas dari berbagai manuver politik yang mengkhawatirkan kehidupan demokrasi, tindakan politik Gus Dur bermakna dalam mematangkan gerakan demokrasi di tengah masyarakat. Kesadaran melaksanakan demokrasi yang baik, telah menyelamatkan bangsa kita dari bahaya percecahan akibat perbedaan pandangan politik. Kedewasaan kita berdemokrasi telah terbukti berhasil melakukan proses alih kekuasaan dengan damai.

Kita sadari bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang abadi, ia dapat berdiri atau terbaring, namun tidak akan pernah mati. Karena demokrasi adalah ruh dari jiwa-jiwa merdeka yang hidup sepanjang zaman. Sejarah telah membuktikan bahwa demokrasi Indonesia tidak lenyap. Perlawanan terhadap rezim otoriter Soekarno maupun Soeharto adalah bukti bahwa demokrasi tidak mati. Ada masa pasang dan surut kehidupan demokrasi, sebagaimana kita alami hingga hari ini. Ditetapkannya Megawati menjadi Presiden RI ke-5, disadari menyisakan keharuan bagi Gus Dur dan pendukungnya. Hasil demokrasi tentu tidak selalu menyenangkan bahkan terkadang menyakitkan. Didalam demokrasi senantiasa menghasilkan kemenangan dan kekalahan. Sikap seorang demokrat akan ditunjukan saat ia menghargai kemenangan maupun menghormati kekalahan orang lain. Sekalipun banyak cara dan jalan menuju demokrasi, namun hasil demokrasi tidak memberikan pilihan yang banyak. Penghargaan kepada yang menang dan kalah dalam suatu kompetisi politik merupakan kemenangan demokrasi itu sendiri.

Alangkah indahnya bila demokrasi di negeri kita dapat terus berlangsung seperti halnya yang digambarkan selama SI-MPR lalu. Persaingan memperebutkan kursi Wapres adalah contoh terindah dalam demokrasi di Indonesia yang kita saksikan. Fenomena kompetisi antara Hamzah Haz dan Akbar Tanjung hingga putaran ketiga pemilihan Wapres, memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi pendidikan demokrasi rakyat. Dari mereka, kita harus belajar mengakui kekalahan dan menghargai kemenangan orang lain. Itulah demokrasi yang sehat. Semoga dibawah kepemimpinan Megawati dan Hamzah Haz, demokrasi yang baru kembali tidak akan pernah dibiarkan pergi.Dibawah kepemimpinan mereka, kita harapkan pembangunan demokrasi tidak pernah berhenti. Selamat datang kembali
Demokrasi !!


*)Penulis adalah juga Dosen Univ.Trisakti, Mhs.S-3 Ilmu Politik Univ.Indonesia, Partisipan Forum Democratic Leaders Asia-Pasific, Aktivis Prodem'80-an dll. Jl.Tebet Barat X/21 Jakarta 12810 Ph.62-21-7984164 / 8354385

http://www.dephan.go.id

Menempatkan Rasionalitas Gerakan Massa

Yuddy Chrisnandi *)

Ada pertanyaan yang mengganjal kita menyikapi perkembangan terakhir, politik seperti apa yang masih mengandalkan dukungan fanatisme dari massa bawah, para pengikut fanatik atau true believer? Selanjutnya, cara pengendalian politik yang manakah yang masih meniscayakan ditaruhnya kuantitas massa tersebut di garda depan ? Yang berteriak mendukung sekerasnya hingga serak, sembari menghantam siapapun yang tidak sependapat dengan mereka? Jawabannya, politik yang masih berada pada level primitif, yang belum tersentuh tata cara demokrasi modern. Tata cara seperti itu, mungkin tidak relevan lagi untuk saat ini. Cara seperti itu tenggelam seiring makin tertinggalnya pemikiran klasik Machiavelli. Dalam konteks massa ini, Erick Hoffer, mengakui pernah ada, tetapi dianggap terlalu barbar dan merendahkan hasrat
kebebasan manusia, dimana sudah tidak tepat lagi diaplikasikan saat ini.

Di tahun 1998, negara ini mencatat kejadian yang dramatis dan fenomenal. Turunnya kekuasaan Soeharto, tak hanya merupakan peristiwa jatuhnya sebuah rejim. Ia lebih merupakan bukti sejarah kemanusiaan, bahwa pada dasarnya kehendak manusia untuk lebih bebas dan menjadi human, tak bisa dikekang oleh kekuasaan despotis macam apapun. Maka menjadi setback yang teramat parah, jika saat ini tata cara despotis yang mengedepankan kehendak diri sendiri semacam yang telah terjadi 30-an tahun lebih itu diaplikasikan kembali. Dengan cara apapun, dan dalih apapun, manajemen despotis tak lagi memiliki ruang untuk dipakai sekedar melanggengkan kehendak berkuasa yang menyala.

Dalam konteks ini, maka akan menjadi ironi jika kita menyaksikan dihadapan mata kita, ruas-ruas jalan yang menghubungkan antar kota sepanjang Jawa Timur dan mungkin juga di Jakarta, dipenuhi ribuan massa yang mengidentikan dirinya Barisan Pendukung Presiden (BPP), yang notabene adalah para warga NU, dan sebagian kecil kelompok pendukung kekuasaan lainnya.. Apalagi jika kemudian niat mereka sebenarnya tak lebih dari sekedar menjadi benteng dari sebuah kekuasaan. Tindakan anarkisme yang radikal, oleh para penganut True Believer dibenarkan sebagai alasan melampiaskan kemarahan atas kekalahan politik, Presiden yang didukungnya. Dukungan dalam bentuk kemarahan seperti itu, sungguh menyedihkan, terlebih sebagian besar pelaku, tidak memahami arti sebuah permainan politik konstitusional yang wajar terjadi di alam demokrasi. Yang mengherankan, elit politik yang terkait langsung dengannya,yang berkemampuan memberikan penjelasan rasional, ternyata menikmatinya. Kondisi seperti itu, tentunya tidak boleh terjadi dalam suatu Negara yang menerapkan sistem demokrasi modern, namun nyatanya demikian.

Menyikapi hal tersebut, pertanyaan paling mendasar yang kita lontarkan adalah: masih bisakah kita berbicara demokrasi jika di lain pihak cara-cara pegerahan massa untuk membentengi kekuasaan ini masih berlangsung? Terlebih buat Presiden Abdurahman, masih bisakah ia mengidentifikasikan dirinya sebagai pendekar demokrasi, seraya membiarkan massanya larut dalam tindakan emosional mendukung dirinya secara fanatis-irrasional? Dukungan yang demikian, terbukti menambah rumitnya situasi tenang yang diucapkannya sendiri. Situasi yang terjadi diberbagai tempat di Jawa Timur, secara mencolok sangat kontras dengan apa yang dilakukan oleh para mahasiswa. Sekalipun para mahasiswa merupakan antitesis dari para pendukung fanatis Presiden Wahid, mereka mampu mengendalikan diri dan menertibkan keadaan. Radikalisme mahasiswa sebatas pada wacana pemikirannya untuk melakukan perubahan yang ideal dari cita-cita reformasi. Hal inilah yang kita katakan gerakan Rasional. Suatu tindakan yang didasari oleh argumentasi kritis yang kuat, yang merupakan hasil dari daya nalar atas objek yang dijadikan sasaran perubahan. Sebaliknya, gerakan dukungan kepada Presiden Wahid, tidak lebih dari pengerahan emosi massa yang tidak dilandasi argumentasi kritis, bahkan norma etis sekalipun atas persoalan yang dihadapi. Suatu ironi tentunya, bila para elit pendukung Presiden Wahid, yang paham konstitusi dan berpendidikan memadai, membiarkan tindakan seperti itu meluas, dengan dalih bukti bahwa Presiden masih memiliki dukungan yang besar. Sementara itu, para elit pendukung dan mungkin Presiden sendiri, berkemampuan mengendalikan bahkan menghentikan tindakan semacam itu. Tentu jika hal ini benar, dan membiarkan anarkisme seperti itu, tidak ada lagi rasa simpati yang dapat diberikan secara rasional kepada mereka. Dalam kondisi seperti itu, Presiden hanyalah sebuah ironi, dan penampilannya pun tak ubahnya berdiri di panggung teater yang palsu.

Di lain pihak, Presiden akan sangat bijaksana bila secara aktif menyadarkan para pendukung fanatiknya tersebut untuk mulai belajar akan makna perbedaan. Memberikan mereka pengertian, bahwa perbedaan yang terjadi saat ini adalah hal yang lumrah dan sehat-sehat saja dalam demokrasi. Tentu saja, di sisi lain, Presiden juga akan sangat tercela bila memakai peristiwa ini sebagai ajang bersandiwara. Misalnya, di sisi lain ia melarang kedatangan para engikutnya (dan ia mendapatkan cum di masyarakat) sedangkan sebenarnya, di sisi lain para pendukungnya tahu bahwa sang patron memang menghendaki kedatangan mereka.

Adalah benar pendapat yang menyatakan bahwa salah satu indikator tingkat peradaban politik ditentukan oleh kematangan alasan dalam menentukan dukungan. Dalam hal ini, maka seorang pemimpin yang hanya mengandalkan fanatisme belaka dari para pendukung yang benaknya pekat oleh dogma, sebenarnya dapat disebut pemimpin yang gagal. Ia gagal mencerdaskan pendukungnya sendiri. Karena di alam demokrasi, sebuah dukungan tidaklah merupakan satu hasil akhir yang selesai. Ia selalu merupakan proses yang sangat terbuka terhadap wacana dan berbagai dialektika. Dukungan itu harus senantiasa terbuka, dan dibangun dari pertanyaan-pertanyaan yang kritis, yang semakin menyempurnakan dukungan itu sendiri.

Mungkin ini yang harus disadari oleh para elit pendukung Presiden Wahid. Mereka harus menyadari bahwa politik yang sehat dan elegan, adalah yang dibangun di atas peradaban, budaya dan sikap yang menghargai ketenangan dan ketenteraman. Politik harus berpangkal, dan akhirnya melahirkan humanitas yang modern. Politik, sebagaimana dukungan, bukanlah kontrak yang abadi dengan junjungan sebagaimana di jaman raja-raja Jawa yang feodal, tetapi sesuatu yang terbuka untuk senantiasa dipikirkan ulang. Bila terbukti kontrak itu hanya akan merugikan kemanusiaan, selalu ada kesempatan untuk menarik langkah ke belakang. Selalu ada ruang untuk tafakur.

Jika ini disadari oleh para elit pendukung Presiden, maka takkan ada pernyataan yang terkesan mutlak, terdengar seperti titah dari penguasa otoritas tertinggi: laknat Allah pada para oposan presiden atau halal darahnya para penentang Presiden. Tentu pernyataan demikian jauh dari ajaran Agama, dan tidak perlu terjadi. Kita meyakini bahwa para elit adalah orang-orang yang paham ajaran Agama yang memiliki kedalaman batin, tingkat spiritual dan rasa kemanusiaan yang takkan mudah dilecehkan kehendak kekuasaan semata. Dan pada itu kita semua sekarang berharap, inilah saatnya membedakan secara jelas antara kepentingan duniawi dan ukhrowi. Dan akhirnya, yang kita perdebatkan hanya urusan dunia yang tidak kekal, dan belum tentu kebenarannya. Itulah Demokrasi yang harus disikapi secara demokratis, bukan anarkis.


*) Penulis adalah Dosen Universitas Nasional & Universitas Trisakti, Mhs.
S-3 Ilmu Politik Universitas Indonesia, Anggota Forum Democratic Leaders
Asia Pacific's, mantan anggota MPR-RI.

http://www.dephan.go.id

Wahpadai Bangkitnya Bahaya Laten Komunis

Banyak orang sulit melupakan tragedi kelam 40 tahun silam tepatnya tanggal 30 September 1965. Waktu itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) mencoba melakukan kudeta dengan menculik dan menyiksa perwira-perwira tinggi Angkatan Darat, kemudian membuang jasadnya ke Lubang Buaya. Tujuan kudeta tersebut tidak lain tidak bukan untuk mengganti ideologi negara Pancasila menjadi ideologi komunis. Tetapi, kudeta tersebut tidak berhasil. Pancasila tetap menjadi ideologi negara, bahkan tiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

SEIRING berjalannya reformasi dan kebebasan untuk menyalurkan aspirasi di negara ini, tragedi 40 tahun silam di Jakarta dan Yogyakarta tersebut mulai dilupakan. Bahkan, mata pelajaran sejarah yang berisi tentang peristiwa 30 September 1965 atau pemberontakan PKI Madiun di tahun 1948 tidak diajarkan lagi di sekolah. Begitu juga, apel bendera tiap tanggal 1 Oktober yang diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila tidak lagi dilakukan. Pun, pemutaran film di TVRI mengenai pemberontakan G 30 S PKI tidak lagi dilakukan, karena bertentangan dengan kejadian sebenarnya.
Kini, 8 tahun silam pasca digulingkannya rezim orde baru tanggal 22 Mei 1998, segala sesuatu yang berbau komunis tidak diajarkan kembali di sekolah sampai ada kejelasan mengenai kejadian sebenarnya untuk disusun kembali dalam kurikulum di sekolah. Tak sadar kita telah terlena dan tidak menyadari, jika paham-paham komunis atau gerakan sejenisnya mulai muncul di Indonesia. Konflik antarkampung, antarelite politik hingga demo yang mengarah pada tindakan anarkis tidak dipungkiri sebagai sebuah pertanda paham komunis mulai merasuki hati generasi muda Indonesia.
Gubernur NTB, Drs. H. L. Serinata, dalam sebuah kesempatan mengingatkan, kepada semua pihak terhadap berbagai peristiwa atau konflik yang terjadi di dalam daerah. Bahkan, Ketua DPD Golkar NTB ini, mensinyalir ada skenario dari luar yang sengaja ingin memperkeruh keadaan di dalam negara ini. ''Kalau kita melihat perkembangan yang terjadi di negara ini, kayaknya ada pihak luar yang ingin melihat Indonesia terus dalam konflik,'' tuturnya.
Danrem 162 Wira Bhakti Kolonel CZI Soeparto, S., mengharapkan kewaspadaan seluruh komponen masyarakat di daerah ini mengenai bangkitnya kembali bahaya laten komunis. Dari beberapa kejadian yang terjadi di NTB, ungkap pamen melati tiga ini, indikasi bangkitnya paham komunis bisa dilihat dari berbagai gerakan di masyarakat yang sering mengarah pada anarkis. ''Ini yang harus diwaspadai oleh kita semua,'' kata Danrem, seraya mengharapkan peringatan Hari Kesaktian Pancasila diperingati kembali.

Tolak Komunisme
Ketua HMI Cabang Mataram, Wijaya Dewantara dalam aksi bersama puluhan anggota HMI Cabang Mataram ke Kantor DPRD NTB, mengharapkan anggota Dewan menolak keberadaan antek-antek komunis di Indonesia. Sebagai organisasi kemahasiswaan yang pernah akan dibubarkan oleh PKI, ujar Dewantara, HMI menolak secara tegas organisasi yang terindikasi terhadap gerakan komunisme dari lembaga pendidikan di daerah ini. Begitu juga, lembaga perguruan tinggi, baik negeri dan swasta tidak memberikan izin masuk maupun berkembang organisasi yang terindikasi pola-pola komunis.
Wakil Ketua DPRD NTB Muhammad, S.H. didampingi seorang anggota Dewan, H. Ramli H. Yusuf berjanji akan mengakomodir tuntutan dari HMI. Salah satu cara adalah dengan melakukan koordinasi dengan perguruan tinggi di NTB untuk menolak organisasi kemahasiswaan yang terindikasi komunisme. (ham)

http://www.suarantb.com

Pesantren Darunnajah sebagai lembaga pendidikan yang sudah berdiri sejak 19 tahun lalu menyambut hangat program ini.Selain sebagai tambahan wawasan bagi santri tentang komunis juga merupakan benteng dari pengaruh-pengaruh westernisasi yang dapat mengikis aqidah mereka. Kegiatan ini diadakan bekerjasama dengan Koramil Cigudeg.

Tragedi pembantaian umat muslim Indonesia tahun 1965 yang dikenal dengan istilah G.30S/PKI cukup menggoreskan luka yang teramat dalam dan tak terlupakan bagi segenap bangsa Indonesia.Wajar bila gerakan komunis yang tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan bahkan antipati terhadap keberadaan Tuhan harus dibasmi hingga ke akar-akarnya dari muka bumi ini.Tapi apakah komunis di Indonesia benar-benar telah musnah …?

Berangkat dari kekhawatiran ini pemerintah menyelenggarakan sosialisasi dan seminar tentang bahaya laten komunis dan perang mode ke berbagai daerah ataupun lembaga pendidikan.

Pesantren Darunnajah sebagai lembaga pendidikan yang sudah berdiri sejak 19 tahun lalu menyambut hangat program ini.Selain sebagai tambahan wawasan bagi santri tentang komunis juga merupakan benteng dari pengaruh-pengaruh westernisasi yang dapat mengikis aqidah mereka. Kegiatan ini diadakan bekerjasama dengan Koramil Cigudeg.

Kegiatan yang dihadiri oleh seluruh santriwan/ti dan dewan guru ini dilaksanakan pada hari Rabu, 25 April 2007 usai sholat Ashar hingga menjelang Maghrib, bertempat di Auditorium Darunnajah.

Pimpinan Pesantren pada acara tersebut menyampaikan sambutan dan sepenggal kisah perjuangan beliau melawan antek-antek komunis tahun 1965. Danramil Cigudeg, Bpk. Khoerudin, sore itu juga turut memberikan sambutan. Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi sosialisasi perang mode dan bahaya laten komunis oleh tutor: Drs. Ja’far Shodiq, Ketua GARDA DISTRIK, Angkatan Muda Siliwangi (AMS) Bogor. Tampak hadir bersama Pimpinan Pesantren yaitu Bpk. Syaeful Bahri (Babinsa Argapura), Ust. Mustajab Anwar S.Pd.I, Ust. Ahmad Rosichin Wasrap dan Ust. Atijan Yani A.Ma.

Meskipun singkat acara ini berlangsung ‘lebih hidup’. Dari awal hingga akhir acara ini berisikan sosialisasi tentang bahaya mode ala barat dan kekejaman kaum komunis.Seluruh santri terlihat antusias memperhatikan penyampaian tutor. Sesekali mereka histeris saat ditayangkan film dokumenter tentang kebiadaban kaum komunis di Moskow tahun 1925.

Pelajaran berharga dari kegiatan ini adalah kita harus selalu siap dan waspada.Kukuhkan aqidah sebagai benteng ‘gerakan halus’ kaum komunis.(Imam Ghozali).


Ulama Timur Tengah Asyik & Gaul…?

Untuk yang ke sekian kalinya,Darunnajah kembali dikunjungi ulama dari Timur Tengah.Namun ada yang istimewa dari kunjungan kali ini,pasalnya ulama yang bernama lengkap Syeikh Sya’ban Abdul Hamid Sayyid Al Ma’ali ini benar-benar seorang motivator handal.Hal ini jelas terlihat dari gaya bersosialisasi beliau dengan seluruh lapisan warga Darunnajah.Tidak salah rasanya bila ada ungkapan bahwa beliau itu asyik dan gaul.Berikut liputan aneka kegiatan beliau di Darunnajah Cipining.

Ulama Mesir yang bertugas mengajar di Pesantren Darunnajah Jakarta ini datang pada hari Senin,15 Januari 2007 (menjelang Ashar) dengan didampingi dua orang rekannya sesama ustadz/guru di Darunnajah Jakarta.Usai melepas lelah di kediaman Pimpinan Pesantren dan melaksanakan sholat ashar berjama’ah di masjid,Syeikh Sya’ban berorasi di hadapan seluruh santri dan dewan guru.Para santri terkesima dan termotivasi untuk menguasai bahasa arab lebih dalam lagi.

Malam harinya usai sholat Isya’ Syeikh yang telah hafal Al Qur’an sejak umur 9 tahun ini mengadakan dialog interaktif dengan seluruh dewan guru di Gedung Sekretariat Pesantren.Sebelumnya Syeikh Sya’ban berbagi pengalaman beliau kepada para guru.Suasana dialog cukup hidup karena banyak permasalahan keagamaan yang dibahas.Para ustadzah juga tidak mau ketinggalan,mereka menanyakan permasalahan tentang fiqh wanita.Syeikhpun memberikan jawaban secara jelas dan gamblang.Malam itu menjadi lebih bermakna bagi segenap dewan guru Darunnajah Cipining.

Keesokan harinya Selasa siang,16 Januari 2007 Syeikh bertandang ke Kampus II untuk berjumpa dengan siswa-siswi TMI Non Asrama yang telah berkumpul di Masjid Sekolah,menyambut kedatangan beliau sekaligus menunggu waktu sholat Dzuhur.Syeikh Sya’ban menyampaikan tausyiah untuk mereka.Tampak para siswa antusias mendengarkan.

Adzanpun berkumandang,Syeikh mengakhiri tausyiahnya lalu sholat dzuhur berjamaah dengan para siswa.Usai melaksanakan sholat,siswa-siswi SMP mendapat giliran untuk bisa berjumpa dan mendapat ‘hal baru’ dari Syeikh Sya’ban.Merekapun mendengarkan tausyiah dengan seksama.

Malam harinya usai sholat Isya’ Syeikh ‘mampir’ ke masjid asrama putri.Seluruh santri putri tampak belum beranjak dari masjid.Sedikit berbeda dengan pertemuan sebelumnya,kali ini Syeikh tidak hanya menyampaikan tausyiah tapi juga mengadakan dialog interaktif dengan santri putri.Ketika Syeikh memberi kesempatan santri putri untuk bertanya,kontan pertanyaan demi pertanyaan muncul ditujukan kepada beliau meski menggunakan bahasa arab yang masih alakadarnya.Ini menjadi salah satu kesan bagi Syeikh bahwa semangat Tholabul ’ilmi santri Darunnajah patut diacungi jempol.

Pagi harinya Rabu,17 Januari 2007 Syeikh silaturrahmi ke Asrama Tahfidz.Seperti masuk ke lingkungannya sendiri beliau langsung bertindak sebagai musammi’ bagi para huffadz yang ingin menyetorkan hafalannya.Cukup menjadi motivasi bagi mereka untuk lebih meningkatkan kualitas hafalan masing-masing.

Agenda selanjutnya,Syeikh bertandang ke Danau Darunnajah didampingi Ust.Nashrullah Nashrudin yang setia menjadi guide beliau selama tiga hari ini.Dengan mendayung perahu sederhana inventaris Pesantren,beliau betul-betul menikmati nuansa pagi di danau tersebut.Selain refreshing di danau beliau juga menikmati suasana Goa Gudawang yang letaknya sekitar 1 Km dari Darunnajah.Beliau juga melihat-lihat proses pemecahan batu di Gunung Siwaluh yang terletak tak jauh dari Goa Gudawang.

Tiga hari ini menjadi hari-hari indah bagi beliau karena ada kepuasan batin yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Sebaliknya,dewan guru dan segenap santri mendapatkan ‘sesuatu yang sangat berharga’ dari kehadiran beliau.

Kunjungan Syeikh Sya’ban ini merupakan program silaturrahim ke seluruh Pesantren Darunnajah Group.Usi sholat Dzuhur beliau bertolak ke Pesantren Al Manshur Serang Banten.Selamat jalan Syeikh Sya’ban…(Imam Ghozali)

Laten Komunis Bermunculan
Selasa, 12/02/2008

KEDIRI (SINDO) – Pangdam V/Brawijaya Majyen TNI Bambang Suranto mensinyalir Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit di Jawa Timur.

Pihaknya telah membubarkan sedikitnya dua acara konsolidasi para mantan anggota PKI di Nganjuk dan Tuban selama 2007. Dalam pertemuan dengan tokoh agama dan masyarakat se-wilayah Kodam V/Brawijaya di Markas Kodim 0809 Kediri, Pangdam meminta ulama dan pemerintah daerah untuk mewaspadai bangkitnya gerakan komunis di masyarakat.

Jika dibiarkan, gerakan ini bisa menjadi besar dan mengancam kesatuan bangsa. “Ancaman kebangkitan neokomunis ini tidak retorika. Kami telah membubarkan pertemuan eks-PKI di Nganjuk dan Tuban selama tahun 2007 lalu,”ujar Pangdam, kemarin.

Sayangnya, saat diminta menjelaskan secara rinci dua pertemuan yang dimaksud, Bambang yang sempat dikabarkan akan maju sebagai calon gubernur Jatim ini enggan menjawab. Ia hanya mengatakan, jika pertemuan di Nganjuk dihadiri 15 orang mantan anggota PKI. Menurut informasi yang diterima Pangdam, mereka akan konsolidasi untuk membangun gerakan di Indonesia.

Menurutnya, gerakan komunis ini tidak hanya terjadi di wilayah Jawa Timur.Sejumlah daerah lainnya seperti Jawa Tengah dan sejumlah tempat di luar Jawa juga disinyalir menjadi kawasan yang subur untuk pertumbuhan gerakan laten ini.Karena itu ia meminta kepada Muspika dan tokoh agama untuk mencurigai kelompok- kelompok asing yang melakukan aktivitas di masyarakat. Sebab tidak menutup kemungkinan hal itu adalah bentuk konsolidasi para mantan anggota PKI yang memanfaatkan situasi untuk berkembang.

“Gerakan ini akan bisa berkembang pesat dan diterima masyarakat jika kondisi ekonomi bangsa sangat lemah. Makanya gerakan ini tumbuh di daerah-daerah yang miskin,” ujar Bambang. Untuk mencegah berkembangnya kelompok ini, Pangdam akan giat melakukan pertemuan dengan ulama dan tokoh masyarakat di wilayah Kodam V/Brawijaya.

Selain itu, secara khusus Pangdam telah meminta kepada Kapolda Jatim untuk menyelidiki dan me-metakan setiap kasus kriminal yang terjadi. Sebab tidak menutup kemungkinan kasus- kasus kriminal ini dilakukan oleh kelompok-kelompok komunis yang bertujuan memperkeruh situasi.

Sementara itu peringatan tersebut ditanggapi berbeda oleh para ulama dan kelompok masyarakat yang hadir.Ketua Gerakan Nasional Patriot Indonesia (GNPI) Jawa Timur, Ibrahim membenarkan adanya kemunculan gerakan komunis.

“Kami mendukung sikap Pangdam dan berada di garis depan untuk memberangus gerakan komunis di Indonesia,” tegas Ibrahim. Ketua Pondok Pesantren Assaidiyah Jamsaren KH Anwar Iskandar belum menemukan kemunculan gerakan komunis di masyarakat.

Namun begitu, ia tetap mendukung pengawasan kelompok ini agar tidak meresahkan. “Ancaman yang harus diwaspadai tidak hanya komunis, tapi semua yang berpotensi mengancam keamanan,”ujarnya. (hari tri wasono)

http://www.seputar-indonesia.com

Panglima Kodam Jaya Bantah Menyatakan Anggota Dewan Komunis
12 Juni 2006
Tapi dirinya tidak membantah bahwa saat ini ancaman laten komunis sudah berbahaya.


bukan zaman
membaca pernyataan kodam jaya tentang ancaman komunis,saya pikir saat ini bukan saatnya lagi,mungkin yang lebih berbahaya adalah ancam preman berjubah.mereka bahkan berani menyerang masyarakat bahkan aparat di siang bolong,mereka berani menuntut seseorang harus mengikuti kehendak mereka,menuntut seseorang harus mempunyai gaya hidup yang menurut mereka itu jalan Tuhan.
kalau aparat mau cerdas seharusnya sinyalemen tsb itulah yang harus di ikuti,yang terang2an ada di pelupuk mata,tentang gambar itu dan ini bisa aja di awasi tapi yang amat radikal itu juga harus di ikuti terus,karna tabiat mereka sudah sepertinya mereka itu penguasa negeri ini,dan yang tak bermoral lagi aparat kepolisiannya yang membanggakan tahan kelompok ormas tertentu sudah sekian ratus orang,inilah yang menunjukan bahwa pejabat tsb kurang tanggap dan kurang cakap,walaupun sejuta orang yang di tangkap tapi masalah tidak selesai apa itu berhasil?
walaupun yang di tangkap satu orang tapi masalah berhenti dan kejadian tidak mengulang lagi itu baru namanya berhasil,jangan di lihat quantitasnya tapi qualitasnya pak polisi yang pintar.

ian(ian48899@yahoo.com) - hanoi

Waspadalah...
Sebenarnya yang paling perlu di awasi/waspadai adalah orang2, yang melarang umat beribadah & melarang mendirikan Rumah Ibadah.dengan RUU yang tidak masuk akal.
Kiky(K-y&plasa.com) - Sby

WASPADA SAJA

SINYALEMEN ALFIAN BISA SAJA BENAR, WALAUPUN BISA JUGA SALAH.
SEBENARNYA SIH MASYARAKAT KHAN SUDAH MEMPEROLEH INFORMASI DARI MEDIA MENGENAI SIAPA SAJA YANG MEMILIKI KECENDERUNGAN KESANA, YA NGGAK ? KHAN ADA ANGGOTA DPR DARI PDIP YANG MENULIS BUKU AKU BANGGA MENJADI ANAK PKI? KHAN SUDAH JELAS TUH..??
KARENA SEKARANG SUDAH ZAMAN REFORMASI, SIAPA SAJA TENTU BERHAK UNTUK MEMILIH IDEOLOGI YANG AKAN DIKEMBANGKANNYA, YANG PENTING APARAT KEAMANAN AGAR WAPADA SAJA DAN MELAKUKAN TUGASNYA DENGAN PROFESSIONAL UNTUK MELINDUNGI BANGSA DAN NEGARA.
MERDEKA ...!!

nasionalis(nasionalis@yahoo.com) - jakarta

Alfian Tanjung Tukang Adu Domba
Melihat tayangan dialog di Metro TV Senin malam, saya punya kesan bahwa sdr. Alfian Tanjung sebagai pembohong besar atas pernyataannya tentang DPR yang disusupi anggota komunis. Nampak sekali kebohongannya ketika diminta menunjukkan bukti yang dimiliki yang menjadi dasar ucapanya dia malah melempar ke pihak aparat kepolisian untuk menindak lanjuti, walaupun dia tidak pernah melaporkan hal ini kepada polisi. Ternyata pernyataannya itu hanya didasarkan pada asumsi dan kecurigaan yang tidak masuk akal untuk alam demokrasi saat ini.
Kalau pernyataan sdr. Alfian ini dilontarkan pada masa orde baru, saya yakin ini akan laris manis seperti majalah play boy yang digemari oleh pemuja pornografi dineegri ini.
Saudara Alfian Tanjung rupanya masih mimpi bahwa masyarakat Indonesia masih dianggap dungu seperti masa orde baru dulu.
Mudah ditebak bahwa sdr. Alfian Tanjung hanyalah orang bayaran dari sisa2 rezim orde baru yang ingin berkuasa kembali dengan menghembuskan bahaya latent komunis. Padahal dalam dunia yang serba terbuka saat ini tidak ada yang bisa disembunyikan tentang kejadian disetiap sudut bola dunia ini. Demikian pula dengan kejadian2 yang menimpa negara2 yang dianggap membawa/menerapkan diologi komunis, Seperti China, Rusia, Kuba yang sudah meninggalkan paham komunis tersebut. Apakah para anggota DPR saat ini demikian bodohnya sehingga menghabiskan energy untuk membangkitakan PKI lagi?
Ternyata ketika sdr. Alfian Tanjung diminta menunjukkan bukti2 yang bisa dianggap merupakan gerakan PKI, dia tidak punya apa2. Ingat Alfian PKI sudah musnah dari NKRI 40 tahun yang lalu. Generasi muda Indonesia saat ini sudah tidak mengenal lagi apa dan bagaimana komunis itu melkukan gerakan di negeri ini. Yang mereka kenal saat ini adalah globalisasi yang banyak dikendalikan oleh Amerika Serikat dan sekutunya G8. Anda nggak usah nakut-nakuti generasi muda saat ini, malah diketwain. Seolah anda itu orang yang sedang kesurupan seperti yang menimpa anak2 sekolah akhir2 ini. Kita mesti lebih melihat tantangan hari ini dan kedepan agar tidak semakin tertinggal. Kita gunakan energy kita untuk bersatu tidak hanya berfikir tentang ahntu komunis yang sudah tidak laku lagi.
Melihat latar belakang sdr. Alfian Tanjung ini saya curiga bahwa dia ini merupakan anggota gerakan yang saat ini sedang marak di republik ini, yakni NII, MMI, HTI, FPI dan gerakan2 yang ingin menggantikan Pancasila denga Piagam Jakarta. Tujuan akhirnya adalah mendirikan negara Islam. Dengan melontarkan tuduhan komunis ke pada DPR, dia inginm engalihkan perhatian masyarakat dan pemerintah dari persoalan ekstrimis Islam kepada persoalan ancaman bahaya lantent komunis.
Pkiran sdr. Alfian Tanjung ini sama persis dengan para pengikut Abu Bakar Ba'asyir yang suka menebar teror.
Kenapa TNI AD menelan mentah2 manufer sdr.Alfian Tanjung? Jelas bahwa dengan lontaran bahaya laten komunis mereka akan mendapatkan keuntungan.
Wassalam.

Yudistira(yudistr@hotmail.com) - Semarang

MENGADA ADA UNTK MENAKUTI RAKYAT
Rakyat sekarang sudah tidak sebodoh puluhan tahun yang lalu. Sekarang banyak yang sudah mahir membaca warta berita dari luar negeri yang lebih objektif. Ini termasuk kita yang sekolah di madrasah. Tidak sebuta dan setuli dulu lagi. Mampu melihat dan membedakan kenyataan didunia, tidak hanya apa yang dikatakan pihak2 dengan maksud tidak baik.

Didunia sekarang kita bisa lihat tidak ada "komunis" yang berhasil memakmurkan rakyatnya, dan rakyat dunia tahu ini. Dulu negara2 yang beraliran komunis sudah putar haluan and mengubah makna komunis. Hanya kuba yang masih komunis, tapi kuba pun sekarang berubah untuk memperbaiki kehidupan rakyatnya.

Apakah komunis itu? Yang sudah kita lihat di dunia dan sebagian kita alami: anti demokrasi, menggunakan kekerasan, memaksakan kemauan ke rakyat. anti agama. Nah sekarang kita bisa lihat apa ada pihak/ormas dinegeri ini yang bertindak demikian? Kalau kita hilangkan anti agamanya, banyak sekali. Apakah agama sekarang ini digunakan sebagai kedok?

Kita harus hati2 disini. Mungkin kita ditunggangi pihak yang mau menjadi diktator lagi dengan dalih anti komunis tetek bengek.

Mari kita jaga NKRI dan Pancasila tanpa kekerasan. Cukup dengan mendidik rakyat menjadi lebih pintar sehingga tidak mudah digunakan orang asing.

Pada masa jayanya AD, AL and AU tidak dikasih jatah cukup dan sekarang akibatnya wilayah NKRI dibajak oleh kapal2 dan pesawat terbang asing dan kita hanya bisa melongo aja. Ga bisa berbuat apa2, padahal itu hak dan kewajiban kita supaya harta alam kita tidak dijarah orang2 asing. Galakan TNI tapi harus terbuka/transparan dan personil harus diganti semua dengan yang baru yang benar2 membela NKRI.
wassalam

Kisah Lama ; Gerakan Laten Komunis Merambah Kampus Trisakti

Kronologis Peristiwa Berdarah 22 & 23 September 2006 Di Kampus Trisakti. Jakarta (pbhmi.com), Suasana kelamnya malam menyelimuti jalanan sekitar menteng pada 30 September 1965 dini hari.

Kronologis Peristiwa Berdarah 22 & 23 September 2006 Di Kampus Trisakti

Jakarta (pbhmi.com), Suasana kelamnya malam menyelimuti jalanan sekitar menteng pada 30 September 1965 dini hari. Tiba –tiba kesunyian terpecah akibat munculnya berbagai derap langkah sepatu manusia yang mengeksekusi sejumlah jenderal. Jerit tangis keluarga dan sanak familiy membahana memecah kesunyian malam menyaksikan penculikan dan pembunuhan terhadap keluarganya.
Tapi apa hendak di kata kekejaman telah terjadi, bukan hanya manusia yang menangis bahkan malam sebagai saksi kejadian tersebut tidak mampu berbuat apa-apa selain meneteskan air matanya. Kejam memang, perlakuan yang dilakukan oleh sekelompok komunitas yang terorganisir ini. Mereka melakukan penyayatan menggunakan silet -salah satu ciri khas kelompok ini-. ”Darah itu merah Jenderal” bahasa yang sering di dengar –baik sebagai guyonan maupun lainnya- di masyarakat sebagai wujud perlawanan terhadap kelompok ini. Palu-Arit merupakan simbol kebanggaan kelompok ini, simbol yang selalu dibanggakan karena akan dapat menguasai Negera Republik Indonesia melalui kudeta 30 September 2006. Tapi apa mau dikata Tuhan berkata lain. Tidak mungkin ada dunia tanpa adanya Tuhan dan tidak mungkin orang yang tidak ber-Tuhan menguasai dunia. Itulah yang terjadi pada kelompok tak ber-Tuhan ini, kudeta mereka digagalkan.
Siapa sebenarnya kelompok yang terorganisir ini ?

Seluruh rakyat di Indonesia pasti tahu siapa mereka. Mereka adalah sekelompok komunitas yang menamakan dirinya ”Komunis” dengan lambang kebanggaan ”PALU DAN ARIT”.
Setelah lebih 41 tahun hilang dari peredaran –pada waktu itu ada pernyataan bahwa komunis tidak bisa hidup di Indonesia bahkan sampai sekarang masih ada- akhirnya mereka muncul kembali. Dengan model dan modus yang sama, mereka menyerang kelompok yang sama pula. Dendam lama terbuka kembali.
Akan tetapi perlu diwaspadai apakah ini perbuatan mereka murni atau memang ada sekelompok komunitas yang coba memanfaatkan isu ini untuk kepentingan pribadinya atau ingin menjual bangsa ini.
Masyarakat mungkin bisa menilainya dan pembaca juga bisa menilainya.


Kronologis Kejadian Peristiwa Berdarah di Kampus Trisakti

pada 22 dan 23 Sepetmber 2006
Pernyataan anggota HMI sebagai korban kekejaman
Pada malam itu sekitar pukul 19.00 wib di lingkungan Kampus C Trisakti terdapat dua buah acara dari 2 institusi yang berbeda. Di kantin Kampus C Trisakti terdapat acara silaturrahmi HMI se-Trisakti menjelang bulan suci Ramadhan dengan undangan dari berbagai elemen HMI baik di dalam maupun di luar Trisakti. Sementara itu di luar gedung ATGT(Akademi Teknik Grafika Trisakti) dan sekitar lingkungan gedung kampus ATGT juga terdapat acara MAKRAB 2006 ATGT dengan berbagai undangan dari beberapa alumnus ATGT serta beberapa mahasiswa STMA (Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi) Trisakti.

Sekitar pukul 21.00 saya, Fajri, Ardi, Kiki, Arya, Arie, serta Hafidz tiba di kantin kampus C Trisakti guna hadir dalam acara HMI tersebut. Ketika tiba kami pun langsung masuk ke dalam kampus guna menaruh barang-barang bawaan kami di BEM STMA Trisakti. 10 menit kemudian, Roy bermaksud menyusul kami ke ruang BEM tapi realitanya ketika dia berjalan menuju ruang BEM STMA Trisakti, menurut penuturannya diteriaki oleh salah satu Alumnus yang bernama YUDI yang sedang berkumpul bersama juniornya di lobby gedung ATGT dengan meneriakkan HMI ANJING -dan ucapan kotor lainya yang tidak layak diucapkan oleh seorang kaum intelektual (ucapan di edit)-, tetapi tidak dihiraukan oleh Roy. Ketika tiba di ruang BEM STMA, Roy bercerita kejadian itu ke saya dan kawan-kawan HMI yang ada di ruang BEM tersebut. Karena sudah cukup lelah dengan penghinaan tersebut akhirnya kami memberanikan diri untuk menegur YUDI, apakah ada masalah dengan HMI.

Ketika menegur YUDI, YUDI melontarkan kalimat ”HMI HARAM DI KAMPUS C TRISAKTI” ”YANG ADA ADALAH PALU DAN ARIT”. Terjadilah cekcok mulut antara kami dan gerombolan mereka, untungnya tidak terjadi perkelahian. Ketika kami mendatangi gerombolan ATGT, disana terdapat 3 orang mahasisawa STNA Trisakti yang notabenenya adalah aktifis-aktifis kiri yang bernama MITHUN, BODAT, Serta BERSON.
Sekitar pukul 22.00 YUDI ATGT yang menghina instusi HMI tersebut pergi dengan tergesa-gesa keluar dari kampus dengan menggunakan mobil ISUZU PANTHER B 2502 XV. Bersamaan dengan perginya YUSI ATGT, sekitar 50 orang gerombolan ATGT langsung menyerbu HMI yang sedang ada acara Silaturrahmi Ramadhan di kantin Kampus C Trisakti dengan menggunakan beberapa senjata tajam berupa pisau, batu, balok, kayu, serta botol minuman ringan. Ketika insiden ini terjadi terdapat tiga korban dari HMI STMA yang bernama Miftah dengan memar di mata sebelah kiri dengan pelaku yang bernama CIBE dan dia juga menggunakan senjata tajam berupa pisau yang digunakan sebagai senjata. Korban selanjutnya bernama Akhamd Wahyudi dengan luka dalam di bagian kepala belakang bagian kiri dengan pelaku bernama ALMO dan dia menggunakan bangku panjang yang ada di kantin sebagai senjata. Dan yang terakhir korban bernama Achmad Fadjriansyah dengan luka sobek dan memar di paha bagian kiri akibat dihajar juga dengan menggunakan bangku panjang yang ada di kantin kampus C Trisakti.
Setelah berlangsung cukup lama, bentrokkan pun selesai sekitar pukul 22.30 seiring dengan tibanya pasukan Polsek Pulogadung.Sekitar pukul 02.00 dini hari tanggal 23 September 2006 bentrokan kedua pun tak terhindarkan. Hal ini disebabkan ketika HMI STMA ingin kembali ke kampus tepatnya menuju ruang BEM STMA Trisakti tiba-tiba langsung diserang gerombolan ATGT plus masyarakat setempat yang telah diprovokasi dimana mereka menggunakan batu, botol minuman ringan, kayu balok, samurai atau banyak senjata tajam, serta bom molotov. Ketika insiden terjadi, terdapat dua orang korban dari HMI, dan 1 (satu) orang korban dari ATGT. Korban di HMI yaitu Madi Mahasiswa STMT Trisakti dengan luka kepala bocor di sebelah kiri dan Aulia, Mahasiswa FH – UI dengan luka satu sayatan panjang di tangan kiri, 3 (tiga) garis sayatan panjang di punggung, bibir sebelah kanan pecah, serta wajah memar di sebelah kanan dimana pelaku dua orang korban ini adalah dari gerombolan mahasiswa ATGT. Sedangkan korban dari ATGT dengan luka pergelangan tangan yang nyaris putus adalah mahasiswa dari STMT yang juga notabenenya adalah aktifis kiri dimana pelaku korban tersebut adalah masyarakat setempat yang salah sasaran (@red)


Tidak ada komentar: